Minggu, 11 Maret 2012

Allah menciptakan Manusia menurut Gambar Allah

Allah menciptakan Manusia menurut Gambar Allah

* Kejadian 1: 26-28

1: 26, Berfirmanlah Allah: “Baiklah Kita menjadikan manusia menurut gambar dan rupa Kita, supaya mereka berkuasa atas ikan-ikan di laut dan burung-burung di udara dan atas ternak dan atas seluruh bumi dan atas segala binatang melata yang merayap di bumi.”

1: 27, Maka Allah menciptakan manusia itu menurut gambar-Nya, menurut gambar Allah diciptakan-Nya dia; laki-laki dan perempuan diciptakan-Nya mereka.

1: 28 , Allah memberkati mereka, lalu Allah berfirman kepada mereka: “Beranakcuculah dan bertambah banyak; penuhilah bumi dan taklukkanlah itu, berkuasalah atas ikan-ikan di laut dan burung-burung di udara dan atas segala binatang yang merayap di bumi.”

Ayat 26 : “Menurut gambar”, Ibrani “ - TSELEM” “dan rupa kita”, Ibrani “ - DEMUT“. Sekalipun dua istilah ini kelihatannya “sinonim” namun memiliki arti yang berbeda, tampaknya tidak dimaksudkan untuk menyampaikan aspek yang berbeda dari diri Allah. Jelas bahwa manusia memiliki kedudukan mulia karena dijadikan dari suatu “image” khusus dari kemuliaanNya sendiri. Manusia adalah makhluk yang dapat dikunjungi serta dapat berhubungan dan bersekutu dengan Khaliknya. Sebaliknya Allah dapat mengharapkan manusia untuk menanggapi-Nya dan bertanggung jawab kepadaNya. Manusia diberi kuasa untuk memiliki hak memilih, bahkan hingga ke tingkat “tidak mentaati” Khaliknya. Manusia diberi mandat oleh Allah di bumi, melaksanakan dan bertanggung-jawab sesuai kehendak Sang Khalik (ayat 28).

Ada penafsir yang mengartikan “gambar” itu secara jasmani. Mereka berkata bahwa andaikata Allah datang di tengah-tengah kita dalam dunia materi ini, Ia akan menjadi manusia. Penafsir lain menunjuk kepada sikap berdiri manusia yang tegak lurus, bertentangan dcngan binatang-binatang, dan menganggap ini sebagai keistimewaan yang membedakan manusia dari semua makhluk lain. Banyak penafsir yang mengkaji makna kualitas-kualitas moral, akali atau rohani manusia, dan mengemukakan pendapat mereka bahwa “gambar” itu

adalah suatu cara lain untuk melukiskan moralitas, atau rasionalitas, atau kebolehan mengenal Allah. Penafsir yang lain lagi menghubungkan “gambar” itu dengan “kekuasaan” yang didelegasikan kepada manusia, dan mereka percaya bahwa gambar Allah menjadi nyata dalarn kekuasaan manusia atas alam semesta, dan kesanggupannya untuk berkreasi di dalamnya. Penafsir terkenal, Karl Barth, menafsirkan “gambar Allah” sebagai pengertian “laki-laki dan perempuan” yang saling melengkapi. Dan ada pula penafsir yang bertolak dari pemikiran, bahwa hanya manusialah dari semua makhluk yang mempunyai kesadaran diri dan mampu berkontemplasi tentang kesadaran diri itu. Menurut mereka Allah adalah Sang Maha Sadar Diri: menurut “gambar Allah” berarti sadar diri sebagai makhluk ciptaan Allah.

Dalam arti tertentu ini ada kesamaannya dengan cerita orang-orang buta yang mencoba melukiskan rupa seekor gajah dengan meraba, lalu bersikeras bahwa rupa gajah adalah sama dengan bagian tubuh gajah yang disentuhnya. Dengan cara yang sama, semua tafsiran yang disebut di atas mengenai “gambar dan rupa Allah” itu ada benarnya. Tapi ada beberapa hal lain yang harus dikemukakan.

Banyak dari tafsiran itu terpusat pada kebolehan manusia, yaitu sesuatu di dalam diri manusia yang menurut penafsirnya dapat disamakan dengan “gambar dan rupa Allah”.

Sebaliknya beberapa ahli PL sama sekali tidak setuju dengan pendekatan seperti ini. Menurut mereka, “gambar” itu tidak mengacu pada suatu kesanggupan dalam diri manusia, melainkan pada kenyataan bahwa Allah menciptakan manusia sebagai rekan-Nya, dan bahwa manusia dapat hidup bersama dengan Allah. Menurut Westermann, “Manusia diciptakan sedemikian rupa sehingga keberadaannya adalah hubungannya dengan Allah”. Menurut pandangan ini, “gambar Allah” bukan sesuatu yang dimiliki manusia, atau sesuatu kemampuan untuk menjadi atau berbuat sesuatu, melainkan suatu hubungan.

Di atas segalanya, hubungan yang dimaksud ialah hubungan dalam mana Allah menempatkan diriNya terhadap manusia. Suatu hubungan dalam mana manusia menjadi mitra kerja, wakil dan kemuliaan Allah di atas bumi.

Marilah kita selidiki sekarang apa yang dikatakan PB tentang gambar Allah ini. Hanya ada seorang manusia satu-satunya, tentang siapa secara spesifik dikatakan, bahwa: “Dia-lah gambar Allah yang tidak kelihatan” (Kolose 1:15), dan dalam hal ini PB sedikit pun tidak membiarkan kita dalam keragu-raguan, bahwa bila kita ingin melihat gambar Allah yang sesungguhnya, maka itu adalah dalam diri Yesus Kristus. Dalam 2 Kor 4:4, Paulus menyebut “kemuliaan Kristus, yang adalah gambaran Allah”. Dalam 2 Korintus 3: 18, apabila Paulus menulis tentang ihwal kita diubah menjadi serupa dengan Kristus, ia memakai kiasan suatu cermin: “Kita semua mencerminkan kemuliaan Tuhan. maka kita sedang diubah menjadi serupa dengan gambar-Nya”. Suatu objek akan terlihat dalam cermin hanya jika cermin tersebut mencerminkan objek itu dari sudut yang cocok, atau dcngan kata lain, herada dalam hubungan yang cocok dengan objek itu. Demikian pula dapat dikatakan bahwa Yesus Kristus mencerminkan sifat Allah secara benar, karena Ia berada dalam hubungan yang pas cocok dan serasi dengan Allah yang dicerminkan-Nya, yaitu hubungan seorang Anak dengan BapaNya. Dia-lah gambar dan kemuliaan Bapa di bumi ini.

Kita dapat menyimpulkan, hakikat “gambar dan rupa Allah” bukanlah kesanggupan manusia untuk menjadi atau berbuat sesuatu. “Menurut gambar” atau segamhar dengan Allah menyatakan hubungan Allah dengan kita, dan hubungan kita dengan Dia sebagai anak-anak dengan Bapa-nya. “Gambar” bukanlah salah satu sifat yang kita miliki, melainkan keseluruhan keberadaan kita. Kita mencapai kemanusiaan yang benar bila kita mengalami persekutuan pribadi dengan Allah. Dalam persekutuan demikian kemuliaan-Nya dicerminkan dan gambar-Nya kelihatan.

Sekarang marilah mengupasnya dari sudut iman Kristen.

1.“Si Kelinci Beledu berpaling kepada Si Kuda Kulit yang tua lagi bijaksana dan bertanya, ‘Apakah artinya nyata? Apakah suatu mainan menjadi nyata jika dijalankan oleh mesin dan ia mempunyai gagang dan ada bunyi mendengung di dalamnya?’

Si Kuda Kulit menjawab, ‘Tidak. Nyata itu bukan soal cara bagaimana kau dibuat. Itu adalah sesuatu yang terjadi atasmu. Bila seorang anak menyayangimu lama sekali, bukan sekedar sebagai mainan, melainkan benar-benar menyayangimu secara nyata, maka kau akan menjadi nyata’.

‘Apakah menjadi nyata itu menyakitkan?’ bertanya Si Kelinci Beledu.
‘Kadang-kadang,’ jawab Si Kuda Kulit, ‘sebab ia selalu mengatakan yang benar’.
‘Apakah itu terjadi dengan seketika, atau sedikit demi sedikit?’

‘Itu tidak terjadi dengan seketika,’ kata si Kuda Kulit. ‘Untuk menjadi nyata, memerlukan waktu …. Biasanya menjelang kau akan menjadi nyata, bulumu sudah hampir habis gara-gara terlalu banyak disayang, matamu sudah hilang, dan kau kelihatan kumuh sekali …. Tapi, sekali kau sudah nyata, kau takkan bisa menjadi tidak nyata lagi. Kau akan nyata untuk selama-lamanya.’”

“Ketika aku baca bahwa Roh Allah melayang-layang di atas permukaan air, aku menangkap sekilas ketritunggalan-Mu, ya, Allahku. Karena Dikau, ya, Bapa, yang menciptakan langit dan bumi pada Permulaan Hikmat manusia – yaitu Hikmat-Mu yang lahir daripada Dikau, yang setara dengan Dikau, yang kekal seperti Dikau – Hikmat yang adalah dalam AnakMu …. Di sinilah aku melihat Trinitas itu, ya, Allah-ku, Bapa, Anak, dan Roh Kudus, Khalik alam segenap ciptaan.” (Agustinus. Pengakuan XII 1.5.)

Allah yang kita kenal dan yang kita sembah dalam Yesus Kristus melalui Roh Kudus, adalah Allah Tritunggal, dalam siapa kemampuan mengasihi secara kreatif menyatu dengan kemampuan bersekutu secara pribadi. Menurut John Zizioulas, Allah adalah “Keberadaan dalam Persekutuan”. Artinya, persekutuan pribadi satu sama lain dalam kasih, itulah gambar Allah. Gambar Allah dalam dunia ini ialah Yesus Kristus, karena Ia bersekutu paling akrab dengan BapaNya dalam kasih. Kita pengikut-pengikut-Nya mencerminkan gambar Allah bila persekutuan kita dengan Dia dan sesama manusia makin lama makin erat dan akrab. Ada filsuf yang mengatakan, manusia bukan suatu pribadi kalau ia tidak mempunyai hubungan dengan pribadi lain. “Aku bisa menjadi aku hanya kalau aku mempunyai hubungan dengan Anda (Lihat J. MacMurray, Person in Relation, 1961.).

Ihwal ini dijelaskan dengan menarik sekali dalam buku yang ditulis untuk anak-anak oleh Margery Williams, judulnya The Velveteen Rabbit. Ceritanya tentang binatang mainan yang berbicara tentang hidup yang nyata.

Kita menjadi nyata melalui hubungan yang penuh kasih. Ini akan kita bahas nanti berkaitan dengan Kejadian 2, di mana Allah berkata, “Tidak baik, kalau manusia itu seorang diri saja”. (Kejadian 2:18)

Ada hal lain yang dalam kaitan ini baik direnungkan sejenak. Kejadian 1:27 berkata, “Baiklah Kita menjadikan manusia menurut gambar dan rupa Kita”. Mungkin bentuk jamak ini menunjuk pada keagungan Dia Yang berbicara itu. Tapi banyak penafsir menganggap bahwa di sini kita sudah melihat sekilas apa yang jauh di kemudian hari dirumuskan sebagai ajaran tentang Trinitas. Agustinus misalnya menulis:

Yang penting bukan benar atau tidaknya ucapan Agustinus ini, melainkan bahwa orang pada tempatnya mempersoalkan siapa “Kita” yang disebut dalam ayat 26. Kemungkinan ialah bahwa Allah “berbicara dengan diriNya sendiri”, yaitu Firman Allah yang menciptakan dalam persekutuan dengan “Roh Allah yang kreatif”. Atau mungkin Allah berbicara dengan mereka yang berdiam bersama Dia dalam istana surgawi, yaitu “semua anak-anak Allah” yang menurut Ayub 38:7 bersorak sorai bersama-sama dengan bintang-bintang fajar ketika Allah meletakkan dasar bumi.

Catatan :Ada pembahasan yang menyorot khusus Kejadian 1:26 tentang kata “kita” merujuk kepada ke-Tritunggalan Allah atau tidak, lihat artikel : Kata “Kita” dalam Kejadian 1:26, Apakah merujuk pada Ketritunggalan?

2.Cerita Si Kelinci Beledu juga membawa kita kepada butir kedua, yaitu bahwa kemanusiaan yang sejati adalah ihwal “menjadi” dan bukan sekedar ihwal berada. Terjadinya dan terjalinnya suatu hubungan memang membutuhkan waktu. karena itu mempunyai hubungan dengan Allah berarti mempunyai sejarah dengan Allah.

Tentang Yesus Kristus memang layak berbicara sebagai “Manusia sejati”, tapi lain halnya dengan kita. Kita adalah tidak lebih daripada manusia yang sedang menjadi. Mengerti gambar Allah terutama sehagai hubungan pribadi, berarti menyimaknya bukan selaku pemberian Allah – yang memanggil kita ke dalam persekutuan dengan diriNya — melainkan sehagai tugas untuk dilaksanakan, suatu destinasi untuk dituju.

Gambar Allah yang jelas dapat kita lihat dalam Yesus Kristus. Gambar Allah yang masing-masing kita lihat dalam diri sesama kita memang suatu gambar yang kabur, karena hubungan kita dengan Allah jauh dari sempurna. Dari pihak Allah, hubungan itu berarti: Dia harus selalu mengampuni, melahirkan kembali dan membangkitkan kita. Dari pihak kita, hubungan itu berarti: kita harus berusaha untuk mencapai “kedewasaan penuh. dan tingka! pertumbuhan yang sesuai dengan kepenuhan Kristus” (Efesus 4:13). Kita orang Kristen dapat dikatakan: sedang di tengah jalan menuju suatu pribadi. Allah-lah Pribadi yang nyata itu, yang dengan mengasihi kita membuat kita rnenjadi pribadi yang nyata.

3.Manusia sebagai gambar dan rupa Allah di bumi terlibat dalam tiga hubungan yang fundamental, yakni: sebagai wakil Allah dan yang alas nama-Nya menguasai makhluk-makhluk lain di bumi; sebagai wakil kerja Allah yang dapat berbicara dengan Allah dan menanggapi firman-Nya; sebagai rupa Allah yang menampilkan kemuliaan-Nya di bumi. (J. Moltmann. God in Creation, hlm 221.)

Manusia dijadikan menurut gambar dan rupa Allah, dan karena itu mewakili Allah di bumi. J. Moltmann mengemukakannya sebagai berikut:

Status ini diberikan hanya kepada manusia – bukan kepada malaikat atau binatang lain. Kejadian I mengakui keistimewaan manusia. Ini harus kita tekankan terhadap beberapa filsuf humanis dan Juga terhadap golongan yang dewasa ini keranjingan membela “hak binatang-binatang”. Mereka tidak mengindahkan keistimewaan manusia dan ada kalanya mengutamakan hak-hak binatang di atas hak asasi manusia. Padahal Kejadian 1 tegas mengatakan, bahwa tugas dan kehormatan mewakili Allah di bumi diberikan Allah hanya kepada manusia saja.

4.Ada kesanggupan dan keterampilan insani yang terlibat dalam ihwal mengadakan hubungan pribadi dan belajar mengasihi dalam hubungan pribadi itu. Tidak mengherankan bahwa kesanggupan-kesanggupan ini sering dianggap sebagai segi-segi dari gambar dan rupa Allah. Dan kita berharap serta menginginkan bahwa seseorang sehat, penuh dengan Roh, kuat, rasional, bermoral, yang bertumbuh melalui hubungan kasih dengan orang lain, dan bahwa dalam orang seperti ini, gambar Allah makin lama makin jelas. Salah satu dari kesanggupan tersebut ialah rasionalitas (kesanggupan menalar)

Telah dikatakan, rasionalitas itu sangat penting dalam usaha insani yang kita sebut ilmu pengetahuan. Ada hubungan timbal balik antara kemampuan kita menular dan dunia yang tertib di luar kita yang mencerminkan (secara kabur) Rasionalitas atau Logos Ilahi. Namun demikian, janganlah sekali-kali menganggap bahwa orang yang tidak mempunyai kesanggupan-kesanggupan itu maksudnya, bayi yang masih dalam kandungan, anak yang belum sadar akan moralitas, orang lumpuh, penderita kanker, atau orang tua yang daya pikirnya berangsur turun, dan lain-lainnya, tidak dapat mempunyai hubungan dengan Allah semata-mata gara-gara mereka tidak mampu berbuat hal-hal tertentu. Kita harus ingat, gambar Allah adalah tugas sekaligus pemberian, proses perkembangan sekaligus kedudukan yang tak tergoyahkan. Tugas dan proses itu berjalan bertahap. mulai dari kehidupan dalam kandungan, melalui masa kecil dan kedewasaan. sampai kepada masa jompo. Setiap orang mengalami masa sehat dan masa sakit, kemampuan penuh dan ketidak-berdayaan. Bukan kesanggupan yang penting, melainkan kenyataan bahwa Allah menempatkan kita dalam hubungan dengan diriNya

5. Jika gambar Allah itu berkaitan dengan kemampuan menjalin persekutuan pribadi, maka kita dapat mengerti mengapa Karl Barth mengaitkannya dcngan hubungan antar jenis kelumin manusia. Sebab seperti nanti akan lebih jelas lagi dalam Kejadian 2, sifat saling melengkapi, timbal balik dan kreatif dari hubungan antara laki-laki dan perempuan yang dilambangkan oleh dan dibuat menjadi lebih mendalam lagi berkat hubungan seksual mereka, merupakan salah satu segi yang terdalam dari kemanusiawian kita. Jika persekutuan pribadi dalam saling mengasihi adalah sebagian dari makna hubungan antara laki-laki dan perempuan, yang mendapat pernyataannya yang paling intim dalam hidup pernikahan, maka ini juga adalah sebagian dari gambar dan rupa Allah.

6.Akhirnya dalam Kejadian 1:28 gambar dan rupa Allah dalam manusia laki-laki dan perempuan, dikaitkan dengan berkat perkembangbiakan:

* Kejadian 1:28
Allah memberkati mereka, lalu Allah berfirman kepada mereka: “Beranakcuculah dan bertambah banyak; penuhilah bumi dan taklukkanlah itu, berkuasalah atas ikan-ikan di laut dan burung-burung di udara dan atas segala binatang yang merayap di bumi.”

Allah mengaruniakan kesuburan dan pelipat-gandaan kepada manusia. Ini bertentangan sekali dengan cara manusia membujuk ilah-ilah memberikan kesuburan. seperti yang terjadi dalam agama kafir. Istilah “prokreasi” yang kita pakai untuk pengertian berkembang biak, secara harfiah berarti “kreasi (menciptakan) atas nama orang lain”, yaitu Allah. Jadi kreativitas manusia, khususnya perkembang-biakan manusia, adalah bayangan kasih Ilahi yang kreatif dalam kehidupan kita yang diciptakan menurut gambar dan rupa Allah. Kehidupan dan segala “berkat”nya (yaitu anak) adalah karunia Allah. Dan berkat itu, seperti semua berkat Allah, bukan hanya pemberian, tapi juga tugas.

Dengan demikian kreativitas manusia mencerminkan (walaupun secara kabur) kreativitas Ilahi, dalam hal beranak-cucu dan bertambah serta menaklukkan bumi dan menguasai isinya. Dalam terang pembahasan kita mengenai gambar dan rupa Allah, agaknya sudah kentara bahwa “kekuasaan” manusia bukanlah keleluasaan untuk mengeksploitasi. Malahan, kekuasaan itu bersifat pelayanan yang memacu terciptanya suatu lingkungan, di mana orang-orang yang pribadinya mencerminkan kasih dan kreativitas Allah, meskipun secara kabur, merasa betah untuk hidup. Kejadian pasal 1 akan segera membawa kita pada pasal 2, di mana makna hubungan manusia dengan Allah dan makhluk-makhluk lain dibahas dalam arti yang lebih intim lagi.

1 komentar:

  1. Harrah's Cherokee Casino & Hotel - Mapyro
    Welcome to หารายได้เสริม Harrah's Cherokee Casino & Hotel. We have over 1,200 slots, 대구광역 출장안마 70 table 울산광역 출장안마 games, and the 전라북도 출장마사지 largest poker room in the 김해 출장샵 country.

    BalasHapus