Kamis, 08 Maret 2012

Injil Ciptaan Rasul Paulus dan Nilai Jualnya di Dunia Yunani-Romawi

oleh Ioanes Rakhmat pada 07 Juni 2011 jam 14:13
Injil yang mana yang sampai ke kalangan non-Yahudi, ke kalangan bangsa-bangsa lain di dunia luas Yunani-Romawi pada abad-abad pertama Masehi, setelah Yesus dari Nazaret wafat? Jelas, bukan injil yang diberitakan oleh seorang Yesus dari Nazaret, tetapi injil buatan Rasul Paulus yang mengklaim diri sebagai "Rasul untuk bangsa-bangsa bukan-Yahudi".
 
Injil dari mulut dan kiprah Yesus dari Nazaret berbeda tajam dari injil yang dibangun dan disebarkan Rasul Paulus tentang Yesus yang sudah dijadikan tuhan dan Kristus oleh sang Rasul, langsung olehnya sendiri ataupun dengan meminjam  tradisi-tradisi devosional terhadap Yesus yang sudah ada sebelum dia (misalnya madah kristologis yang terdapat dalam Filipi 2:5-11). Yang perlu dicamkan adalah fakta ini bahwa setua apapun sebuah tradisi devosional kristologis yang memuja Yesus sebagai sang Kristus (ho khristos) dan sang tuhan (ho kurios), tradisi ini sangat pasti tidak berawal dari kehidupan dan ajaran-ajaran Yesus dari Nazaret sendiri, yang tak pernah satu kalipun, sebagai seorang Yahudi yang dibesarkan dalam pengajaran agama Yahudi, memikirkan atau membayangkan dirinya adalah Allah. Juga tak mungkin Yesus akan bertindak nekat dengan, misalnya, berteriak-teriak kepada orang sekampungnya, "Wahai kaum sekampungku, dengarlah, akulah Allah!" Jika Yesus melakukan hal ini, minimal dia akan dicap sudah tak waras, atau maksimal akan dirajam sampai mati oleh orang sekampungnya. 
 
Paling jauh, dengan risiko berat, Yesus hanya bisa memandang dirinya memiliki kuasa gaib untuk menyembuhkan orang sakit atau orang kerasukan, yang disalurkan lewat jari-jemarinya kepada orang sakit atau orang kerasukan, sebagaimana biasa dilakukan oleh para dukun di kampung-kampung terbelakang, dulu maupun kini. Para pakar pengkaji Yesus sepakat bahwa ucapan dalam Lukas 11:20 (par. Matius 12:28) adalah ucapan asli Yesus, bunyinya, "Jikalau aku mengusir setan dengan jari Allah, maka sesungguhnya kerajaan Allah sudah datang kepadamu!" Karena dalam dunia Yesus segala sakit penyakit dipandang bersumber dari dosa orang yang sakit, maka tindakan penyembuhan yang dilakukan Yesus juga dikaitkan dengan pengampunan dosa, seperti dapat dibaca dalam Markus 2:10 (dan par.).
 

Seorang Samaria yang baik hati (berkulit hitam) sedang bersiap menolong seorang korban perampokan (berkulit putih, mirip dengan Yesus Barat). Anda yang harus menolong Yesus, bukan sebaliknya!
 
Di mana terletak perbedaan tajam antara injil menurut Yesus dari Nazaret dan injil ciptaan Rasul Paulus? Injil asli dari seorang pemuda Yahudi tak terpelajar yang bernama Yesus dari Nazaret berisi berita gembira tentang kerahiman Allah Yahudi yang sedang memerintah di antara rakyat Yahudi (injil yang disebut dalam kitab-kitab injil sinoptik Perjanjian Baru sebagai "injil kerajaan Allah") dan dalam pemerintahan Allah ini Yesus hanya berstatus seorang pemberita dan penunjuk arah. Sedangkan, dalam injil kreasi Rasul Paulus, Yesus diubah menjadi subjek yang diberitakan sebagai tuhan/allah dan sebagai tujuan, bukan lagi sebagai pemberita dan penunjuk jalan.
 
Yesus yang asli, yang suka bertikai dengan para pemuka keagamaan zamannya, menunjuk Jalan, sedang Yesus dalam pemberitaan Rasul Paulus (dll) menjadi Sang Jalan. Yesus yang asli mengajar orang untuk memanggil Allah Yahudi sebagai sang Bapa, dan berseru dalam doa mereka supaya kerajaan Allah datang (Matius 6:9-10); sedangkan Yesus Kristus ciptaan gereja perdana menjadi subjek yang dipanggil dalam doa orang Kristen dan diseru gereja untuk segera datang kembali, seperti seruan "Maranatha" (artinya, "Tuhan kami, datanglah!) (1 Korintus 16:22), atau "Datanglah, Tuhan Yesus" (Wahyu 22:20). 
 
Karena itu, bisa dipahami hampir tak ada kisah-kisah tentang kehidupan dan ajaran asli Yesus dalam injil ciptaan Paulus. Kehidupan dan ajaran asli Yesus berkontras tajam dengan isi Injil Paulus. Injil ciptaan Paulus hanya berkonsentrasi pada kematian dan kebangkitan Yesus, dan signifikansi keduanya bagi keselamatan manusia, dan bukan pada kehidupan dan ajaran-ajaran asli Yesus.
 
Dari sudut marketing injil, langkah Paulus (yang diikuti para bapak gereja kemudian) dalam menjadikan Yesus sebagai tuhan/allah Kristen di tengah dunia Yunani-Romawi, adalah sebuah langkah yang pas, taktis dan jitu dan punya suatu bargaining position (posisi jual) yang bagus. Sebab, dengan menjadikan Yesus itu tuhan/allah yang baru, Yesus semacam ini jadi punya nilai jual karena dengan cara itu dia dideretkan sejajar dengan Kaisar-kaisar Roma (Kaisar Augustus khususnya, dan sekian Kaisar lain yang diilahikan oleh orang dan negara Roma) yang kini memiliki seorang pesaing baru dari bangsa lain (bangsa Yahudi), yakni suatu tuhan/allah baru yang namanya Yesus Kristus (bukan lagi bernama Yesus dari Nazaret). Inilah salah satu penjelasan rasional mengapa allah/tuhan baru yang namanya Yesus sang Kristus punya nilai jual di dunia Yunani-Romawi yang memiliki banyak tuhan/allah (tentang allah-allah dalam dunia Yunani-Romawi, silakan klik link ini http://ioanesrakhmat.blogspot.com/2009/01/allah-allah-dalam-dunia-yunani-romawi.html). Kalau Yesusnya diberitakan (oleh Paulus dan orang-orang lain sesudahnya) kepada orang-orang Romawi yang kosmopolitan hanya sebagai seorang dukun Yahudi dari kawasan perkampungan di Galilea, ya nilai jual Yesus kampung semacam ini jelas sangat rendah, dan bargaining posistion-nya ya nol besar.
 
Nah, nilai jual diri allah/tuhan baru yang namanya Yesus ini makin meningkat ketika banyak orang Kristen (pengikut Paulus dan para bapak gereja ortodoks Barat; bukan pengikut Yesus dari Nazaret) mau mati syahid dalam membela iman Kristen ciptaan Rasul Paulus ini. Tetapi keberanian untuk menjadi syuhadah (=orang yang mati karena mempertahankan agama sendiri) tidak otomatis membuktikan kebenaran agama si syuhadah; malah bisa sebaliknya.
 
Jutaan orang Jerman pada masa Nazi berkuasa pada era PD II mau mati syahid demi Hitler dan demi ideologi rasis Nazisme; nah, apakah dengan demikian Hitler dan Nazisme adalah kebenaran agung? Jawablah sendiri. Juga banyak Muslim telah dan mau menjadi syuhadah melalui terorisme demi membela dan setia sampai mati pada Osama bin Laden almarhum; apakah dengan demikian Osama itu sebuah kebenaran agung? Jawablah sendiri.
 
Kematian sebagai seorang syuhadah hanya menunjukkan fanatisme si syuhadah ini terhadap agama atau keyakinannya, dan sama sekali tak harus membuktikan kebenaran agama atau keyakinannya sebagai kebenaran atau keyakinan yang agung. Dalam hal ini, saya sepakat dengan Robert Green Ingersoll (lahir 11 Agustus 1833), yang dalam karyanya The Great Infidels (1881), menulis, "Semua syuhadah dalam sejarah tidak cukup untuk menegakkan kebenaran sebuah opini. Kesyahidan, lazimnya, dengan kuat mengungkapkan keikhlasan sang syuhadah, tetapi tidak pernah menegakkan kebenaran pikirannya. Segala sesuatu itu benar atau salah pada dirinya sendiri. Kebenaran tak dapat dipengaruhi opini-opini; kebenaran tak dapat diubah, dimapankan, atau dipengaruhi oleh kesyahidan." 
 
Sesuatu yang buruk dan berkwalitas rendah, jika dipasarkan dengan yakin dan dengan harga tinggi dan dengan kerelaan mati demi membela sesuatu yang ditawarkan ini, sesuatu yang kwalitasnya rendah ini umumnya akan terdongkrak ke atas, menjadi berstatus dan berkwalitas tinggi dengan nilai jual tinggi--- tetapi keadaan aneh semacam ini hanya bisa muncul dalam suatu masyarakat yang mudah dibodohi dan ditipu oleh iklan-iklan (iklan agama, misalnya). 
 
Nah, daripada berusaha membela dan menggunggulkan agama Kristen melalui kisah-kisah heroik para martir Kristen di abad-abad pertama Masehi di Eropa Barat yang luas, lebih baik anda menunjukkan kebaikan agama Kristen anda melalui ucapan dan kiprah anda yang senada dengan ucapan dan kiprah Yesus, yakni ucapan dan kiprah yang digerakkan oleh bela rasa, compassion, bela rasa yang dikisahkan oleh Yesus dari Nazaret ada dalam kalbu, pikiran dan tindakan seorang Samaria yang baik hati.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar