Minggu, 11 Maret 2012

MENGAPA HARUS POLIGAMI ?

Sebelum kedatangan agama Islam, dikalangan mayoritas umat lainnya terutama kaum Yahudi , kehidupan poligami telah begitu melembaga serta melibatkan banyak orang-orang Israel. Bukanlah suatu cerita yang aneh dan mengherankan apabila seorang laki-laki bisa saja mempunya ratusan bahkan ribuan orang isteri. Dan dengan Islam sesungguhnya jumlah poligami telah bisa ditekan dan dikendalikan sedemikian rupa. Peraturan poligami dalam Islam telah mengurangi dan menekan jumlah poligami, bukan sebaliknya memperbanyaknya. Dan disinilah letak keunggulan Al-Qur’an, dimana Al-Qur’an melegitimasi kehidupan poligami yang terkendali disatu pihak dan secara tegas telah menolak peristerian yang tidak terbatas dan poligami yang tidak terkendali dipihak lainnya
1. Islam bukan agama yang memperkenalkan Poligami. Sebelum Islam datang, poligami yang tanpa batas telah menjadi budaya yang dikenal dalam seluruh kebudayaan di hampir seluruh belahan dunia. Islam mengatur poligami dengan membatasi jumlah istri yang boleh dinikahi dan mewajibkan tanggung jawab besar dalam pelaksanannya.
2. Monogami yang ada dalam budaya Barat saat ini merupakan warisan kebudayaan Pagan ala Romawi dan Yunani yang pada masanya memberlakukan hukum bahwa lelaki hanya boleh menikahi satu perempuan, namun bebas memiliki gundik sebanyak mungkin, sekehendaknya.
3. Di Dunia Barat saat ini, pernikahan pada umumnya memang berasaskan monogami; namun lelaki terbiasa memiliki hubungan ekstramarital dengan gundik, pacar, atau pelacur. Jadi, klaim Barat tentang keutamaan Monogami dalam budaya mereka adalah sebuah kepalsuan.
4. Monogami ala Barat adalah konsep yang tidak logis. Bandingkan ini: seorang lelaki yang bersedia menikahi istri kedua dan bertanggung jawab atasnya serta menghasilkan keturunan sah yang meneruskan nama keluarganya, menjadi ahli warisnya, dan dinafkahinya disebut sebagai sebuah kejahatan, bigamis, dan diancam hukuman penjara; sementara, lelaki brengsek yang memiliki istri namun memelihara banyak gundik dan menghasilkan anak-anak di luar nikah dianggap legal dan wajar.
5. Lelaki ditakdirkan berpoligami karena tuntutan realita kemasyarakatan. Lazimnya dalam setiap komunitas masyarakat, jumlah perempuan selalu lebih banyak dibandingkan lelaki. Surplus jumlah perempuan ini akibat rata-rata usia hidup perempuan yang lebih panjang dari lelaki, peperangan, dan kejahatan –sehingga banyak lelaki yang berada di dalam penjara. Munculnya fenomena homoseksualitas memperparah kesenjangan jumlah ini. Bila sebuah sistem kemasyarakatan tidak menyelesaikan masalah kesenjangan ini dengan cara yang tepat, maka sistem tersebut akan menghasilkan sebuah tatanan masyarakat yang bebal, tidak sehat, dan korup. Contohnya: Jerman Pasca Perang Dunia ke-2 mengalami kesenjangan jumlah lelaki Vs. perempuan yang besar. Kemudian mereka disarankan untuk melegalkan poligami. Namun usulan konsep ini ditolak oleh Gereja. Hasilnya ialah dilegalkannya prostitusi. Para pelacur yang berkecimpung dalam dunia prostitusi Jerman digolongkan sebagai pekerja profesional seperti halnya pekerjaan biasa. Mereka menerima tunjangan kesehatan dan ditarik pajak penghasilan. Akibatnya, tingkat pernikahan di Jerman sejak itu menurun tajam karena generasi-generasi selanjutnya menilai pernikahan sebagai hal yang tidak relevan. Untuk lelaki: Buat apa beli satu ekor jenis kambing, kalau ada yang jual satenya dengan aneka rasa dan jenis? Untuk perempuan: Untuk apa menerima nafkah bulanan, bila setiap hari bisa mengail uang sambil mereguk nikmatnya seks yang tidak menjemukan dengan gonta-ganti pasangan.
6. Poligami yang sah mencegah penyebaran berbagai penyakit maut semacam Herpes, Gonorrhea, dan HIV/AIDS. Merebaknya penyebaran penyakit tersebut terutama terjadi di negara yang masyarakatnya menggemari hubungan ekstramarital dengan gonta-ganti pasangan.
7. Poligami menjaga hak dan kepentingan perempuan dan anak-anak dalam masyarakat. Sementara di Barat, lelaki membuat hukum yang sengaja melarang poligami untuk menghindarkan diri dari tanggung jawab menafkahi banyak perempuan dan anak. Monogami memungkinkan mereka menikmati hubungan-hubungan di luar nikah tanpa tuntutan konsekuensi ekonomi yang bisa mengurangi harta pribadi mereka.
8. Persepsi buruk tentang poligami yang merebak dalam budaya negeri-negeri Islam saat ini merupakan akibat dari penjajahan Barat yang memaksakan kehendak, konsep, dan budaya kepada negeri-negeri jajahannya. Masyarakat di negeri-negeri Islam terus-menerus dicekoki doktrin hipnotik yang menganggap poligami sebagai kejahatan; padahal berbagai dalil di dalam Qur’an, hadits, dan Ijma jumhur ulama jelas menghalalkan poligami –dalam beberapa kasus poligami bahkan diwajibkan.
9. Kalangan feminis biasa mengemukakan argumen bahwa jika lelaki memang dibolehkan memiliki satu istri, maka perempuan pun harus diperbolehkan memiliki lebih dari satu suami. Ini adalah pandangan yang bebal, bodoh, dan tidak berlandaskan akal sehat. Bila perempuan boleh menikahi banyak lelaki, maka ini tidak akan menyelesaikan masalah kesenjangan jumlah lelaki dan perempuan, namun malah memperparah masalah kesenjangan jumlah tersebut. Demikian pula bila mereka memiliki anak, apakah anak yang dilahirkan dalam konsep pernikahan tersebut harus mengetahui ayah kandungnya dengan konsep tebakan ‘beeny meeny miney moo’ ?
10. Terakhir, pertanyaan penting untuk orang yang mengaku beragama dan berakal: ‘Bila Kita yakin bahwa Tuhan adalah baik dan berkehendak yang terbaik bagi makhluk-Nya, untuk apa Dia mengatur sesuatu yang bisa merugikan kaum perempuan?’ Aturan-aturan agama yang mengatur masalah kemasyarakatan diturunkan-Nya untuk kebaikan semua manusia. Bila sebuah aturan yang mengatur masalah kemasyarakatan hanya menguntungkan kaum tertentu dan merugikan kaum lainnya, maka berarti hukum tersebut tidak adil. Wallahu A’lam Bi Shawab.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar